Senin, 28 Desember 2009

Jika

jika kau tersenyum malam enggan tunjukan gelap
terangnya bintang mewakili hangat isi hatimu
desir suara angin menyampaikan bisik cintamu
dan bumi pun berputar untuk mengantarmu ke sisiku

jika kau merengut kesal lempengan bumi menggetarkan atasnya
si raja siang tumpahkan segala teriknya untuk ku
derasnya hujan bertubi-tubi menunjukan kesalmu
meledaknya bom wakilkan murka mu
jika itu terjadi, aku akan selalu berusaha agar kau kembali bersinar

Pudar

merahnya kini telah kelabu
ungunya kini telah jingga
hitamnya kini telah jadi abu
coklatnya kini telah kuning

bunganya pun telah layu
semua sajak menandakan sedu
kemana semua warna mengalir?
aku tidak sanggup untuk menunggu di hilir..

Cahaya lilin

Jalan yang kulintasi gelap
Tapi setitik terang memeluk piluku
Merengut hamapa ku
Mengisi hidupku..

Aku disini menjaga
Menjaga api yang semakin lama semakin kecil
Nyaris padam..
Menahan panas aku tetap menjaga

Banyak angin mengirim cinta
Tapi api mu tidak dapat padam
Menyala terus..
Buatku merasa tak terkalahkan

Walau terkadang terbakar oleh apimu
Tapi aku tetap setia berdiri memeluk raga mu
Sepintas cahaya tidak buatku bosan
Melainkan menunjukan jalan menuju keabadian..

Memeluk matahari

Bibir yang merah bersih..
adalah hiasan yang terlupakan
darimana hey gadis, kau dapatkan..
tunjukan aku berawal mulanya

Kulitmu sungguh putih..
Hendak kain pembungkus roti
Membelai lancang pipi kiri ku
Mengharpkan senyum yang datang

Di keras arus angin
Ragamu kudapatkan..
Aku sebagai selimut tebal
Memeluk surya serta sutra..

Dingin yang memeluk

Kemana perginya matahari?
Membuat semuanya sunyi
Dingin dan gelap..
Dengan malam yang semakin berat

Di setiap hembus nafas yang tertarik
Diriku merasakan sakit
Dingin.. dan kesepian
Tanpa kehangatan yang harusnya ada

Rasanya sakit.. pilu
Sekujur tubuh berikan komentarnya
Melemparkan ringkihan sakitnya
Melempar dingin tetapi yang terasa hanyalah panas.

Jumat, 25 Desember 2009

Langti yang semakin gelap

Langit semakin hitam legam

Semakin memberi tanda yang buruk

Semakin jauh tidak menemaniku

Semakin mempersempit ku di hari hari yang cerah


Langit sudah siap tumpahkan isinya

Airnya menetes deras sederas air mata ku

Air mata yang tertahan oleh beribu alasan

Alasan-alasan untuk menjauhiku dari awan-awan putih

Hanya karena takut aku terjatuh karena bermain dengan-nya


Langit disekitarku saja yang berbeda

Semakin gelap segelap hatiku melihatnya

Segelap mataku yang lelah menatap kecemburuan

Temanku sekarang hanyalah tembok yang tua dan bisu

Kamis, 24 Desember 2009

Bunga dari negeri tetangga

Matahari kembangkan kuncupmu

Saripati mu menyebar layaknya embun di pagi hari

Pandangan mu menusuk mata sepiku

Menarik senyum ku yang terpanah diam


Daya tarikmu mengetuk pintu hatiku

Seakan memanggil pelan agar cintaku keluar

Ingin rasanya kupetik untuk menghiasi hariku

Di dalam vas kaca untuk menjagamu agar tetap mekar


Bunga memang ibarat yang paling tepat untuk dirimu

Mungkin saja piluku dapat hilang karena madu mu

Mungkin saja sepiku dapat kau peluk di kala malam

Yang sekarang kuharap kau mau tumbuh di dinding jiwaku

Di dinding yang sekarang ini telah melumut sebari sendu

Selasa, 22 Desember 2009

Setitik kesempurnaan

Bunga merah yang kupetik selalu mekar
Citra yang tertata di dirimu itu indah
Walau batangmu menempel beribu duri
Darah pun kubiarkan mengalir menambah merah kelopakmu

Kucoba perlahan membuang duri yang ada
Dengan seiring berjalanya waktu kulepas semua yang menusuk
Aku tau.. itu bagian dari ragamu
Tapi untuk mendapat titik yang lebih sempurna harus kucoba

Merah kelopakmu sekarang sudah cukup keindahanya
Jangan ditambah lagi dengan darah yang mengalur akibat durimu
Jadilah suatu kesempurnaan yang sempurna
Walau hanya setitik..
Tetap saja maknamu itu indah

Air

Heningmu gemericik
Mengalir menuju hilir
Menyiram sepatah syair
Dengan arusmu yang tersenyum licik

Bentukmu mengikuti medan
Tidak tetap seperti apa
Tidak layak dengan adanya
Yang jernih dan sepadan

Jika adanya kebawah kau ikuti saja
Tidak berat agar berfikir
Memang sudah ada terukir
Menikmati segala yang memang sudah ada

Itulah jalurmu
Itulah yang sudah ditetapkan
Mengalir begitu saja penuh harapan
Sunggu indah jalan dirimu itu

Belenggu usia

Di lidahku tertanam beribu lisan
Yang bisa terbungkam hanya sedikit tidak lebih dari setengah
Mulutku terbatas oleh pagar yang dibangun usia
Kami yang muda tidak bisa berkata

Kalian yang sudah mencicipi umur besar kepala
Matahari pun malu melirik isi bumunya
Yang diperbudak tradisi tentang tua dan muda
Dimana muda hanya pion..
Hanya berjalan sesuai lajur raja

Hujan di sore hari

Matahari tenggelam disaat yang tepat
Dimana jantungku melebur bersamanya
Dimana langit memeluk awanya
Dan disaat mata ini tengah menyombong

Awan mulai berganti berjaga
Tumpahkan semua isinya ke dalam suramnya dunia
Menambah indahnya panorama gemulai sang rumah
Memantulkan benih harapan akan suatu yang indah

Di saat terang inginkan gelap datanglah dirimu
Bergerombol ramai menyambut datangnya lentera malam
Melengkapi hasrat haus akan keindahan semata
Yang berselimut di balik lelah dan keterpurukan

Menghirup arti hidup

Desar desir arus waktu
Lika-liku harapan baru
Beratnya memikul sedu
Tertinggal di kenak ku

Lumpur pahit pengalaman
Keras batu akan pikiran
Sudah tinggal penyesalan
Bermuara melambai pelan

Sunyi cahaya tertutup
Bisingnya gelap terkatup
Hangat angin kuhirup
Meraba tanya makna hidup

Senin, 21 Desember 2009

Merpati Kesiangan

Sayapku tidak selebar dulu

Bulu-bulu ku rusak termakan waktu

Nafasku tidak sepanjang tarikan masa lalu

Tidak dapat melandas kembali selancar dahulu


Kandangku semakin tajam pagarnya

Beban dikakiku semakin berat masanya

Semakin penuh untuk hidupku di depan

Untuk menyongsong esok yang terselubung,


Pagi dengan sayap yang lebar

Malam dengan paruh yang tajam menerkam

Mata yang selalu siap menatap embun pagi

dan bulu-bulu yang siap mengantarku ke tapi malam