Jumat, 30 Juli 2010

Raflesia Arnoldi

Di zaman hedonis ini
Ada..
Satu atau mungkin segelintir
Ku temukan bunga langka!

Bukan seperti bunga mawar
Bukan kawan
Melati lagi?
Sangat bukan kawan

Di hampara luas hatiku
Ku temukan bahwasanya bunga bunga itu
Adalah raflesia arnoldi
Bunga bangkai!

Percayakah itu kau kawan?

Dia langka, sudah diambang eksistensinya
Tapi bagiku disitulah titik pemenang untuknya
Biarlah dia bungai bangkai
Karena di 2010 ini, yang langka hanya bunga bangkai

Namun Raflesia Arnoldi itu...
Bagiku adalah bunga terharum

Bulan di Jakarta

Malam di jakarta sudah usang
Sepi dan berbeda
Angkasa murung
Bintang-bintang ter-phk dari malam

Tinggal bulan sendiri
Kadan bersama segelintir awan hitam
Kadang bersama perih yang dibawa angin malam
Tapi tetap kokoh!

Dia tetap bersinar
Seterang kerinduanya terhadap para bintangnya...

Tapi hati yang seluas langitnya

Layang-layang

Tersesat diatas angin
Aku mulai hilang tersapu birunya angkasa
Malu akan hijaunya rerumputan
Rindu akan kisah memorial ku dengan awan

Seperti angin cintamu
Membantu ku berlaju di atas angan-angan
Meniup sanubari
Mengangkatku lebih tinggi

Tinggi...

Setinggi mataku mampu menatap matahari
Jauh...
Lepas membentang sayap bak layang-layang
Menyongsong langit berirama angin

Denyut segelas kopi

Kopi yang kuteguk hitam
Sehitam problema hidup
Kopi yang kuteguk pahit
Semakin pahit mengingat hidup

Kini kulepas semua bersama uapnya
Semakin kulupa semakin manis air hitam itu

Denyut segelas kopi mengangkat senyum tabiat hariku

Hanyut

Murungku mengendapakan sepi yang membeku
Sepi...
Rindu...
Angan-angan...

Bermuara hatimu deras
Siapa yang daritadi melambai tangan?
Hanyut...
Lepas...
Pergi...

Dengan hati yang beku
Atlantik di sudut malamku
Menerjang!
Namun pelan kutahu tanda tanya itu

Siapa?

Cinta yang pingsan
Mati suri
Hanyut...
Hilang, pergi, terbangun
Membeku, pulih, terlepas

Rabu, 07 Juli 2010

Spasi yang Memisahkan Keyakinanku

Keraguan bukan lagi omong kosong
Disetiap keyakinanku ada saja spasi
Terpisah kecil kecil..
Biarkan saja waktu tertawa, toh aku hanya seekor ulat

Ulat yang setiap hari bermimpi menjadi kupu-kupu
Siap menjaga bunganya dan sebegitu juga baliknya
Tapi kurasa manisnya mimpiku itu kenyataanya pahit
Hanya sebatas keraguan..

Surut

Hatiku surut dibuatnya
Tidak tahu perbedaan aku terus menggebrak sekawanan karang
Perasaan ini semakin ditekan dalam,
Sampa kadang terasa terlalu dalam..

Matahari yang terik menguapkan segala isi jiwaku
Tanpa prasangka terus saja kubuat langkah kecil
Kecil, perlahan, tidak tahu arti kata pasti
Lalu lalang bisik pasir membela renungan hatiku yang mulai surut..

Malam Sunyi

Beralas sepi , selimutku hanya kerinduan dan rasa ingin tahu
Dengan atap oranye hatiku lari penuh rasa beban
Pikiranku sama sekali tidak bersahabat
Jatuh terlantar ke ujung harapan semu

Yang dapat memeluk ku hanya angin malam dan embun pagi
Kamu? bintang tanpa cahaya
Seperti pasir tercium ombak
Hanya malam melecehkan bulanya..

Kosong

Satu dua titik hujan belum mampu mengisi malam ini
Seperti gelas kosong yang bermimpikan suatu saat akan penuh
Seperti bingkai foto yang didalamnya hanya senyum hampa
Penuh reaksi yang tertidur lama tanpa terpejam

Jam dinding terus menunjuk sinis sisi tembok yang kosong
Cahaya lampu kuning belum cukup menepuk punggung malam ini
Angin malam hadir hanya menusuk dada yang sudah lama perih
Malam ini sahabat hanyalah selimut tebal dengan cerita fananya

Terang Gelap

Satu hal yang belum terucap,
Dari mimpi-mimpiku
Dari serpihan tawa-tawa kecilmu
Kata-kata yang kaku

Tertahan emosi,
Semuanya hamparan bisu
Terang tidak dapat tertawa
Gelap tidak dapat menghentikan sepi

Dari Sudut Pandang Waktu

Termenung adalah hal yang tepat
Aku, mungkin bukan yang tepat
Ya.. bukan yang tepat,
Maksudku jika diartikan dalam kamusmu
Kamus kecil yang KAU sakukan di kantung mata

Biarkan saja salju turun di padang pasir
Bukan pandangan yang aneh,
Menurutku...
Karena dari sudut pandang waktu,
Semua itu pasti akan terjadi
Hanya saja yang tak pasti adalah kau dan aku
(mungkin)